Metode gerakan Mahasiswa biasanya selalu turun ke jalan menyampaikan kritik dan aspirasi kepada pemerintah, membawa spanduk, bahkan mobil komando, jika gerakan berpusat di Ibu Kota Negara, maka sasarannya ke depan Istana, gedung DPR RI, di tingkat daerah pun demikian sesuai dengan tingkatan Pemerintah dan Kondisi Isu dasar daripada Gerakan.
Rabu, 06 April 2022
ISU 3 PERIODE JOKOWI MENGUNDANG SEMANGAT REFORMASI JILID 2
Metode gerakan Mahasiswa biasanya selalu turun ke jalan menyampaikan kritik dan aspirasi kepada pemerintah, membawa spanduk, bahkan mobil komando, jika gerakan berpusat di Ibu Kota Negara, maka sasarannya ke depan Istana, gedung DPR RI, di tingkat daerah pun demikian sesuai dengan tingkatan Pemerintah dan Kondisi Isu dasar daripada Gerakan.
Sabtu, 05 Februari 2022
75 Tahun HMI Menuju Era Society 5.0 Punya peran Penting
Penulis : Aco Riswan (HMI Cabang Manakarra)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah Organisasi kemahasiswaan yang di bentuk pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 M yang di prakarsai oleh Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam yang sekarang berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi Kemahasiswaan tertua di Indonesia di banding beberapa organisasi Kemahasiswaan lainnya. Di umur yang memasuki 75 tahun pada tanggal 5 Februari 2022 mendatang tentu bukan umur yang mudah lagi bagi HMI jika di ibaratkan sebagai Manusia. Analoginya jika Manusia sudah tua pasti akan banyak masalah dalam organ tubuhnya dan bermunculannya penyakit yang menggerogoti batang tubuh Manusia tersebut. Analogi ini memang sangat relevan dengan kondisi HMI saat ini, nampaknya semakin menua di buktikan dengan banyaknya Konflik ibarat penyakit yang menggerogoti batang tubuh HMI sehingga HMI mengalami degradasi dari masa ke masa.
Dengan kondisi HMI saat ini tentu menjadi PR besar bagi seluruh kader untuk merefleksi dan memperbarui sebagai upaya meremajakan HMI untuk bisa menyesuaikan diri dengan Transformasi Zaman yang semakin moderen. HMI harus bisa lebih maju dan memodernisasi sistem, dengan menggunakan sumber daya yang ada di Era Revolusi Industri 4.0 dengan menuntut agar setiap kader bisa beradaptasi dan mampu mengoperasikan teknologi sebagai alat penyimpanan, penyaluran data, dan informasi Dunia.
Perkembangan zaman yang dari masa ke masa mengalami transformasi pesat menjadi tantangan mendasar bagi HMI untuk bisa selaras dengan Zaman. Salah satu bentuk Transformasi tersebut yaitu Society 5.0. Society 5.0 adalah manusia yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi industri 4.0. Society 5.0 sendiri pertama kali diperkenalkan oleh pemerintahan Jepang pada tahun 2019. Society 5.0 merupakan perkembangan dari revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) sedangkan era society 5.0 sebagai pembaharuan yang menempatkan manusia sebagai komponen utama di dalamnya, bukan sekadar passive component seperti di revolusi industri 4.0.
Dalam menghadapi era society 5.0, dunia pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam hal ini tentu HMI juga memiliki peran penting dalam perkembangan era Society 5.0 yaitu untuk memajukan kualitas SDM. Karena itu diperlukan Fasilitas dan kualitas pendidikan sebagai penunjang tuntutan Zaman.
HMI juga perlu memiliki kesiapan dan kemampuan berpikir (Higher Order Thinking Skills) untuk menjawab tantangan global era society 5.0. Hal tersebut untuk meminimalisir kesenjangan pola pikir dan orientasi teknologi setiap kalangan Masyarakat nantinya. Tentu langkah yang harus di persiapkan HMI adalah upaya edukasi ke masyarakat dengan pengetahuan dasar terkait Era Society 5.0 agar seluruh element Masyarakat siap menghadapi Era baru dengan life skill yang cukup tentang teknologi.
Salahsatu persoalan mendasar yang sangat penting didorong oleh HMI untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, adalah sarana dan prasarana pendidikan di karenakan pendidikan punya peran penting untuk Generasi siap, menghadapi tantangan Zaman menuju Era Society 5.0 agar tidak menajdi penonton dan babu di negeri sendiri khususnya Indonesia.
HMI sudah seharusnya tampil sebagai Solutif dari setiap permasalahan yang ada, Progres pun dari masa ke masa sudah tidak diragukan, itulah mengapa HMI banyak diminati oleh kalangan Mahasiswa yang bergelut di dunia Organisasi. Oleh sebab itu HMI juga seharusnya punya gerakan besar sebagai upaya memaksimalkan fasilitas pendidikan terutama daerah pelosok negeri yang sangat minim tersentuh oleh Pemerintah di bidang pendidikan dan teknologi. Karena kita tau jika pendidikan dan pemahaman teknologi menjadi dasar untuk siap menghadapi Era Society 5.0 maka seiring dengan itu pendidikan juga harus di persiapkan secara maksimal dan Profesional itulah salahsatu peran penting HMI.
Demikian melalui tulisan ini dengan segala keterbatasan pengetahuan semoga dapat menjadi pendorong adanya gerakan besar oleh HMI untuk menjawab tantangan Zaman menuju Era Society 5.0.
Selasa, 11 Januari 2022
Tuntutan Perempuan atas Kemerdekaan
Salahsatu Aktivis Perempuan Provinsi Sulawesi Barat yang juga adalah salahsatu kader HMI-WATI Cabang Manakarra asal Lebani Tappalang Barat.
Sejak tahun 1945 bangsa Indonesia telah dinyatakan menjadi bangsa yang merdeka. Secara umum berarti seluruh warga masyarakat baik itu perempuan ataupun laki laki telah bebas dari penjajahan dan penindasan dalam bentuk apapun. Setiap individu memiliki hak untuk menentukan keputusan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945.
Namun, realitanya yang terjadi di negara ini jauh dari kata merdeka, khususnya bagi kaum perempuan. Jika dikatakan merdeka adalah bebas berkehidupan dan bebas dari penindasan, saya rasa hal itu belum terwujud sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh budaya patriarki peninggalan zaman penjajahan yang masih melekat dan dipertahankan oleh masyarakat Indonesia.
Patriarki adalah budaya dimana kaum laki laki yang menjadi manusia kelas satu, sedangkan perempuan selalu dipandang sebagai entitas kedua dalam berkehidupan. Efek yang ditimbulkan dari budaya ini adalah perempuan menjadi disepelekan dan hanya di tempatkan di ruang domestik. Ada istilah yang sering kita dengar di masyarakat bahwa tempatnya perempuan adalah “dapur, kasur, sumur”. Kebanyakan perempuan di Indonesia hari ini seakan pasrah dilabeli dengan pengaruh- pengaruh sisa zaman penjajahan seperti itu. Padahal hari ini bangsanya telah merdeka.
Perempuan yang berkiprah di wilayah publik masih menjadi bahan perbincangan dan banyak dicemooh. Perempuan yang mengejar pendidikan setinggi mungkin justru dicibir habis oleh masyarakat sebagian. Bukanka dalam alinea ke empat pembukaan UUD 45 disebutkan bahwa cita-cita bangsa ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, lantas ketika para perempuan berusaha menjadikan diri mereka cerdas hal tersebut malah menjadi suatu hal aneh di tengah masyarakat.
Merdeka bermakna bebas. Baik laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam mengembangkan diri. Perempuan di Indonesia hari ini sudah banyak yang turut bekerja di wilayah publik demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Namun disisi lain masi banyak diskriminasi terhadap perempuan contoh di dekat di Provinsi Sulawesi barat ini banyak hal salah satu contoh pencabulan terhadap perempuan kerap terjadi bahkan di luar daerah lain pun demikian, ini adalah masalah yang perlu di perhatikan dalam bernegara bagaimana perempuan mendapat hak yg sama di ruang Publik.
Label merdeka yang dimiliki negara ini seharusnya sudah cukup untuk menjadikan kehidupan masyarakatnya makmur. Tidak ada ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan hari ini seharusnya sudah berani untuk menuntut hak-haknya. Berani melawan diskriminasi yang selama ini di abaikan. Pada tahun 1932 Sukarno pernah berkata “Saat ini perjuangan kaum perempuan yang terpenting bukanlah demi kesetaraan, karena di bawah kolonialisme kaum laki-laki juga tertindas. Maka bersama dengan laki-laki, memerdekaan Indonesia. Karena hanya di bawah Indonesia yang merdekalah kaum perempuan akan mendapatkan kesetaraanya”. Nampaknya setelah merdeka selama 75 tahun cita-cita Sukorno belum terwujud.
Tanggal 08 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Peringatan ini di latar belakangi oleh demonstrasi besar besaran yang dilakukan oleh buruh perempuan pada tahun 1957. Perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil di New York City menuntut lingkungan kerja dan upah yang lebih baik. Peristiwa ini menginpirasi banyak pergerakan perempuan di dunia untuk memperjuangkan hak-haknya dan menolak diskriminasi terhadap perempuan.
Sejak jaman penjajahan perempuan Indonesia telah memiliki pola fikir mengenai kebebasan terhadap diri mereka sendiri. Perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan dalam berkehidupan dan tidak selalu dijadikan manusia kelas dua. Namun tidak dapat di pungkiri bahwa pergerakan perempuan hari ini semakin berkurang. Perempuan Indonesia hari ini cenderung pasrah dan menerima nasib tanpa mau berjuang demi hak perempuan itu sendiri.
Di era modern ini sudah seharusnya perempuan Indonesia lebih cerdas dalam memandang kehidupan dan hak-hak yang seharusnya didapatkan. Sudah saatnya bangkit dan berani menyuarakan perlakuan diskriminasi yang di dapatkan. Dalam Al-Quran surat Al-Hujarat ayat 13 di sebutkan bahwa “…sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu (laki-laki dan perempuan) adalah yang paling bertaqwa”. Jadi pada intinya semua manusia sama derajatnya di hadapan Tuhannya kecuali ketaqwaannya.
Sudah saatnya pergerakan perempuan bangkit kembali demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik bagi kaum perempuan di Indonesia. Perempuan pantas mendapatkan hak nya mengembangkan diri, berpendidikan tinggi, berkehidupan layak dan tidak mendapatkan diskrimnisasi dalam hal apapun. Mengutip dari sebuah hadist Rosulullah saw “Perempuan adalah tiang negara, jika baik perempuannya maka baiklah negaranya dan jika rusak perempuannya maka rusak pula negaranya”
Harapan kader untuk ketum PB HMI Raihan Ariatama
Senin, 10 Januari 2022
Harapan kader untuk ketum PB HMI Raihan Ariatama
Rabu, 05 Januari 2022
KEMERDEKAAN DAN PEREMPUAN
Salahsatu Aktivis Perempuan Provinsi Sulawesi Barat yang juga adalah salahsatu kader HMI-WATI Cabang Manakarra.
Sejak tahun 1945 bangsa Indonesia telah dinyatakan menjadi bangsa yang merdeka. Secara umum berarti seluruh warga masyarakat baik itu perempuan ataupun laki laki telah bebas dari penjajahan dan penindasan dalam bentuk apapun. Setiap individu memiliki hak untuk menentukan keputusan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945.
Namun, realitanya yang terjadi di negara ini jauh dari kata merdeka, khususnya bagi kaum perempuan. Jika dikatakan merdeka adalah bebas berkehidupan dan bebas dari penindasan, saya rasa hal itu belum terwujud sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh budaya patriarki peninggalan zaman penjajahan yang masih melekat dan dipertahankan oleh masyarakat Indonesia.
Patriarki adalah budaya dimana kaum laki laki yang menjadi manusia kelas satu, sedangkan perempuan selalu dipandang sebagai entitas kedua dalam berkehidupan. Efek yang ditimbulkan dari budaya ini adalah perempuan menjadi disepelekan dan hanya di tempatkan di ruang domestik. Ada istilah yang sering kita dengar di masyarakat bahwa tempatnya perempuan adalah “dapur, kasur, sumur”. Kebanyakan perempuan di Indonesia hari ini seakan pasrah dilabeli dengan pengaruh- pengaruh sisa zaman penjajahan seperti itu. Padahal hari ini bangsanya telah merdeka.
Perempuan yang berkiprah di wilayah publik masih menjadi bahan perbincangan dan banyak dicemooh. Perempuan yang mengejar pendidikan setinggi mungkin justru dicibir habis oleh masyarakat sebagian. Bukanka dalam alinea ke empat pembukaan UUD 45 disebutkan bahwa cita-cita bangsa ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, lantas ketika para perempuan berusaha menjadikan diri mereka cerdas hal tersebut malah menjadi suatu hal aneh di tengah masyarakat.
Merdeka bermakna bebas. Baik laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam mengembangkan diri. Perempuan di Indonesia hari ini sudah banyak yang turut bekerja di wilayah publik demi mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Namun disisi lain masi banyak diskriminasi terhadap perempuan contoh di dekat di Provinsi Sulawesi barat ini banyak hal salah satu contoh pencabulan terhadap perempuan kerap terjadi bahkan di luar daerah lain pun demikian, ini adalah masalah yang perlu di perhatikan dalam bernegara bagaimana perempuan mendapat hak yg sama di ruang Publik.
Label merdeka yang dimiliki negara ini seharusnya sudah cukup untuk menjadikan kehidupan masyarakatnya makmur. Tidak ada ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan hari ini seharusnya sudah berani untuk menuntut hak-haknya. Berani melawan diskriminasi yang selama ini di abaikan. Pada tahun 1932 Sukarno pernah berkata “Saat ini perjuangan kaum perempuan yang terpenting bukanlah demi kesetaraan, karena di bawah kolonialisme kaum laki-laki juga tertindas. Maka bersama dengan laki-laki, memerdekaan Indonesia. Karena hanya di bawah Indonesia yang merdekalah kaum perempuan akan mendapatkan kesetaraanya”. Nampaknya setelah merdeka selama 75 tahun cita-cita Sukorno belum terwujud.
Tanggal 08 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Peringatan ini di latar belakangi oleh demonstrasi besar besaran yang dilakukan oleh buruh perempuan pada tahun 1957. Perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil di New York City menuntut lingkungan kerja dan upah yang lebih baik. Peristiwa ini menginpirasi banyak pergerakan perempuan di dunia untuk memperjuangkan hak-haknya dan menolak diskriminasi terhadap perempuan.
Sejak jaman penjajahan perempuan Indonesia telah memiliki pola fikir mengenai kebebasan terhadap diri mereka sendiri. Perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan dalam berkehidupan dan tidak selalu dijadikan manusia kelas dua. Namun tidak dapat di pungkiri bahwa pergerakan perempuan hari ini semakin berkurang. Perempuan Indonesia hari ini cenderung pasrah dan menerima nasib tanpa mau berjuang demi hak perempuan itu sendiri.
Di era modern ini sudah seharusnya perempuan Indonesia lebih cerdas dalam memandang kehidupan dan hak-hak yang seharusnya didapatkan. Sudah saatnya bangkit dan berani menyuarakan perlakuan diskriminasi yang di dapatkan. Dalam Al-Quran surat Al-Hujarat ayat 13 di sebutkan bahwa “…sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu (laki-laki dan perempuan) adalah yang paling bertaqwa”. Jadi pada intinya semua manusia sama derajatnya di hadapan Tuhannya kecuali ketaqwaannya.
Sudah saatnya pergerakan perempuan bangkit kembali demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik bagi kaum perempuan di Indonesia. Perempuan pantas mendapatkan hak nya mengembangkan diri, berpendidikan tinggi, berkehidupan layak dan tidak mendapatkan diskrimnisasi dalam hal apapun. Mengutip dari sebuah hadist Rosulullah saw “Perempuan adalah tiang negara, jika baik perempuannya maka baiklah negaranya dan jika rusak perempuannya maka rusak pula negaranya”.
Editor : Abstrak