Rabu, 06 April 2022

ISU 3 PERIODE JOKOWI MENGUNDANG SEMANGAT REFORMASI JILID 2


Metode gerakan Mahasiswa biasanya selalu turun ke jalan menyampaikan kritik dan aspirasi kepada pemerintah, membawa spanduk, bahkan mobil komando, jika gerakan berpusat di Ibu Kota Negara, maka sasarannya ke depan Istana, gedung DPR RI, di tingkat daerah pun demikian sesuai dengan tingkatan Pemerintah dan Kondisi Isu dasar daripada Gerakan.

Namun, perkembangan zaman dan teknologi berlahan mengubah cara mahasiswa berpendapat. Mahasiswa kadang lebih memilih menyampaikan suaranya lewat media sosial hal ini menjadi sebab adanya istilah Aktivis media sosial. Media sosial menjadi salah satu ruang publik yang dewasa ini dimanfaatkan banyak orang untuk berbicara segala hal termasuk protes pada pemerintah.

Kritik mahasiswa dengan memanfaatkan media sosial seperti menjadi fenomena belakangan ini. Sejumlah kelompok pemuda dan Mahasiswa berani melontarkan kritik pedas terhadap Presiden Joko Widodo di media sosial, baik melalui poster atau meme.

Munculnya kritik terhadap Presiden Jokowi di media sosial sudah banyak di praktekkan oleh kelompok Pemuda dan Mahasiswa mungkin kita bisa mengambil sampel BEM Universitas Indonesia dengan kritik kerasnya yang menyebut Jokowi King of Lip Service, tentu ini adalah kritik pedas yang nampak halus.

Sayapun berani katakan bahwa betul Rezim Presiden Joko Widodo sangat pas mendapat julukan King Of Lip Service sebagai pemimpin yang ramah dan cukup pandai bertutur menyentu hati masyakarat dengan janji manis yang pada akhirnya tidak sesuai dengan harapan atas janji yang terlantun indah karena sistem di negri ini lebih menguntungkan kaum oligarki.

Pernyataan manis namun sebenarnya paradoks Pak Jokowi menyatakan siap dikritik asal sopan dan santun itu semua bulsit, bisa kita uji pertama kritik sopan santun seperti apa yang di maksud dan apakah ada jaminan terhadap realisasinya, sama sekali tidak ada, kritik keras yang mengundang seluru elemen Mahasiswa Indonesia saja tidak ngaruh apa lagi sopan dan santun seperti yang di maksud, tentu aksi perlawanan mahasiswa bukanlah yang tidak mendasar, selalu berangkat dari data dan kajian namun tetap saja seringkali mahasiswa mendapat perlakuan intimidasi bahkan di tangkap karena kritiknya terhadap Jokowi, tindakan refresif pun semakin menjadi-jadi gerakan Mahasiswapun coba untuk di bungkam demokrasi ternodai serasa kembali ke zaman kolonialisme.

Kritik Lewat Media Sosial Dinilai Efektif menjadi hal Solutif untuk menyampaikan aspirasi tanpa harus aksi lapangan, sama dengan yang di kemukakan oleh Pemerhati media sosial yang juga pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengatakan kritik atau protes yang dilakukan mahasiswa dan ditujukan untuk pemerintah sebenarnya bukan hal baru. Itu sudah terjadi sejak lama, Hanya saja, cara yang digunakan mulai bergeser. Saat ini beberapa mahasiswa memilih media sosial sebagai tempat menyampaikan aspirasi pada pemerintah tidak melulu harus turun ke jalan, namum sisi lain atau konsekuensi dari metode kritik melalui media sosial sangat mungkin terjerat UU ITE.

Pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo selama ini tak lepas dari bayang-bayang pemolisian. Selama masa pemerintahan Jokowi, Mahasiswa yang mencoba kritik terhadap Jokowi ada yang diamankan aparat dengan tuduhan melanggar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). payung hukum tersebut justru memuat banyak pasal-pasal karet yang dapat dijadikan sebagai alat untuk membungkam.

Pembahasan sebelumnya merupakan pengantar bahwasanya sudah berbagai metode atau instrumen gerakan yang dilakukan oleh kelompok pemuda dan Mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya mulai dari aksi-aksi lapangan Sampai aksi melalui sosial media, tapi yah memang dasar jika seandainya saja yang memimpin Indonesia adalah pimpinan sesuai devinisinya bukan karakter penguasa maka mungkin saja akan ada tanggapan positif bukan sikap apatisme terhadap rakyat.

Saat ini isu Masa Jabatan Presiden Diperpanjang, sangat hangat di perbincangkan oleh kelompok-kelompok pemuda dan Mahasiswa bahkan seluruh lapisan Masyarakat, tentu menghasilkan konglusi pro dan kontra di tengah masyarakat, secara subjektif saya percaya di situasi saat ini masyakarat cukup cerdas untuk menilai standarisasi dari Segi kelayakan dan UU yang mengatur kepemiluan. Isu perpanjangan masa jabatan Presiden untuk tiga periode dengan segala macam instrumen, tentu isu perpanjangan Jabatan bukan wacana biasa yang coba di hadirkan di tengah Masyarakat melainkan sangat syarat dengan kepentingan elite yang belum tuntas untuk agenda politik mencapai tujuan kekuasaan.

Jangan Sampai Sejarah Orde Baru Terulang kembali untuk Rezim Jokowi tentu bukan hal yang mustahil jika amanat Reformasi dan nilai-nilai demokrasi di hianati, bukanka sejarah telah mencatat kekuatan pemuda yang menumbang Rezim orde baru. Sudah seharusnya penolakan terhadap penundaan pemilu 2024 di suarakan sekeras mungkin. Tidak ada alasan dan landasan yang kuat untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi. Narasi ini hanya akan menjadi catatan buruk, pembangkangan konstitusi demi melanggengkan hegemoni kekuasaan dan kepentingan oligarki.

Kemudian Presiden masa Jokowi Widodo tidak ada hal yang terlalu pantas untuk di banggakan, alasan memberi kesempatan penyelesaian kinerja tentu mala semakin memperjelas kegagalan Jokowi selama 2 periode. Kegagalan Jokowi sangat nampak jelas mulai dari Pelemahan lembaga KPK, Penerapan Omnibus Law UU ciptaker-UU Minerba, maraknya tindakan represif aparat terhadap rakyat yg mempertahankan ruang hidupnya dari perampasan negara atas nama pembangunan, utang negara yang semakin membengkak berjumlah 7.014 Triliun, pembungkaman kebebasan berekspresi dan berpendapat di dunia maya karena hadirnya UU ITE, pemilu ingin ditunda dan masa jabatan presiden serta wapres ingin ditambah tentunya bertentangan dengan UU, harga Minyak goreng melambung tinggi, Bensin Premium hilang, pertalite langka, pertamax dengan harga melambung tinggi, pemaksaan pembangunan IKN yang insubstansial, Negara yang berbisnis dengan Rakyatnya dan masi banyak lagi.

Dengan demikian beberapa narasi mulai dari sarana penyampaian aspirasi dan beberapa kelemahannya dari sisi gerakan lapangan dan media Sosial serta serta kritikan atas isu penundaan Pemilu, perpanjang jabatan dan penampakan kegagalan Jokowi selama 8 tahun menjabat sebagai Presiden Indonesia.